Business

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 09 Desember 2016

PERKEMANGAN MENTAL DAN PSIKOLOGIS REMAJA





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebanyak 29% penduduk dunia terdiri dari remaja, dan 80% diantaranya tinggal di negara berkembang. Berdasarkan sensus di Indonesia pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia 10 - 19 tahun adalah sekitar 41 juta orang (20% dari jumlah total penduduk Indonesia dalam tahun yang sama). Dalam era globalisasi ini banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja yang tinggal di kota besar di Indonesia, tidak terkecuali yang tinggal di daerah perdesaan seperti, tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet yang bebas, dan juga siaran media baik tulis maupun elektronik. Mereka dituntut untuk menghadapi berbagai kondisi tersebut baik yang positif maupun yang negatif, baik yang datang dari dalam diri mereka sendiri maupun yang datang dari lingkungannya. Dengan demikian, remaja harus mempunyai berbagai keterampilan dalam hidup mereka sehingga mereka dapat sukses melalui fase ini dengan optimal.
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.
Masa ini merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Di masa ini banyak terjadi perubahan dalam diri seseorang sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak kecil, namun ia juga belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Hal ini terjadi oleh karena di masa ini penuh dengan gejolak perubahan baik perubahan biologik, psikologik, maupun perubahan sosial. Dalam keadaan serba tanggung ini seringkali memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal), maupun konflik lingkungan sekitarnya (konflik eksternal). Apabila konflik ini tidak diselesaikan dengan baik maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan remaja tersebut di masa mendatang, terutama terhadap pematangan karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya gangguan mental.
Perkembangan psikologi remaja adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari pematangan. Di sini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem yang berkembang sedemikian rupa per- kembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Aspek– aspek perkembangan individu meliputi psikologi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, moral dan agama. Perkembangan fisik meliputi pertumbuhan sebelum lahir dan pertumbuhan setelah lahir. Intelektual (kecerdasan) atau daya pikir merupakan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situas baru atau lingkungan pada umumnya. 
Dalam setiap tahap perkembangan manusia terdapat kriteria sehat mental dan psikologis, kesehatan mental pada remaja berbeda dengan sehat mental pada orang dewasa, begitu pula berbeda dengan orang lanjut usia. Dimana kesehatan mental dan psikologis  yang normal pada setiap tahap perkembangan. Mental sehat manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan external. Keduanya saling mempengaruhi dan dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan  jiwa dan penyakit jiwa.
Kesehatan mental dan psikologis merupakan keinginan wajar bagi setiap manusia seutuhnya, tapi tidaklah mudah mendapatkan kesehatan jiwa seperti itu. Perlu pembelajaran tingkah laku, pencegahan yang dimulai secara dini untuk mendapatkan hasil yang dituju oleh manusia. Untuk menelusurinya diperlukan keterbukaan psikis manusia ataupun suatu penelitian secara langsung atau tidak langsung pada manusia yang menderita gangguan jiwa. Pada dasarnya untuk mencapai manusia dalam segala hal diperlukan psikis yang sehat. Sehingga dapat berjalan menurut tujuan manusia itu diciptakan secara normal.
Jadi Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial.
Masalah yang sering terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional remaja adalah ketidak seimbangan antara keduanya. Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang sejak awal melalui berbagai macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan di sekolah dengan berbagai media. Mereka telah dibanjiri informasi berbagai informasi, pengertian-pengertian, serta konsep-konsep pengetahuan melalui media massa (televisi, video, radio, dan film) serta konsep pendidikan yang semuanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan remaja sekarang.
Dunia pendidikan tidak mengembangkan nilai-nilai afektif sebagai dasar pmbinaan kepribadian anak yang menjadi tolok ukur pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan di Negara kita, menjadi parsial atau tidak utuh sebagaimana diisyaratkan oleh Pendidikan Umum bahwa pendidikan menyeimbangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Akibat nilai pendidikan parsial, tidak menyeimbangkan kognitif dan afektif, anak didik disatu pihak intelektualnya cerdas, kemampuan skill cakap dan terampil, di sisi lain potensi afeksi emosional tidak terbina terutama di kalangan remaja sehingga melahirkan erosi moral afektual, kultural dan menjadi penyebab dehumanisasi dan demoralisasi.
Untuk mencegah terjadinya dampak negatif tersebut, perlu dilakukan pengenalan awal (deteksi dini) perubahan yang terjadi dan karateristik remaja dengan mengidentifikasi beberapa faktor risiko dan faktor protektif sehingga remaja dapat melalui periode ini dengan optimal dan ia mampu menjadi individu dewasa yang matang baik fisik maupun psikisnya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Remaja
1.      Pengertian Remaja
Adolesent (remaja) merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial. Perubahan ini terjadi dengan sangat cepat dan terkadang tanpa kita sadari. Perubahan fisik yang menonjol adalah perkembangan tanda-tanda seks sekunder, terjadinya pacu tumbuh, serta perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan maupun penyakit tertentu bila tidak diperhatikan dengan seksama. Maturasi seksual terjadi melalui tahapan-tahapan yang teratur yang akhirnya mengantarkan anak siap dengan fungsi fertilitasnya, laki-laki dewasa dengan spermatogenesis, sedangkan anak perempuan dengan ovulasi. Di samping itu, juga terjadi perubahan psikososial anak baik dalam tingkah laku, hubungan dengan lingkungan serta ketertarikan dengan lawan jenis. Perubahan-perubahan tersebut juga dapat menyebabkan hubungan antara orangtua dengan remaja menjadi sulit apabila orangtua tidak memahami proses yang terjadi. Perubahan perkembangan remaja ini yang dapat diatasi jika kita mempelajari proses perkembangan seorang anak menjadi dewasa.
Masa remaja merupakan bagian dari proses tumbuh kembang, yaitu masa peralihan dari anak menuju dewasa. Pada tahap ini, anak mengalami percepatan pertumbuhan, perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis. Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial
Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan aliran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun. Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) remaja awal antara 11 hingga 13 tahun, 2) remaja pertengahan antara 14 hingga 16 tahun, dan 3) remaja akhir antara 17 hingga 19 tahun.
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karenakadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapai kemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.
Diperlukan teknik komunikasi klinik khusus untuk melakukan anamnesis terhadap remaja, sedangkan pada pemeriksaan fisik diperlukan ruangan khusus terutama untuk melakukan penilaian pubertas. Untuk melakukan pengobatan yang efektif tentunya dokter memerlukan pengetahuan tentang proses perkembangan remaja, seperti integritas, kerahasiaan serta pola hubungan anak dengan keluarganya agar kepatuhan dalam pengobatan dapat dicapai.




2.      Determinan  Perkembangan Remaja
         Pada bagian ini juga penting diketahui aspek atau faktor-faktor yang berhubungan atau yang mempengaruhi kehidupan remaja. Keluarga, sekolah, dan tetangga merupakan aspek yang secra langsung mempengaruhi kehidupan reamaja, sedangan struktur sosial ,ekonomi politik ,dan budaya lingkungan merupakan aspek yang memberikan pengarauh secara tidak langsung terhadap kehidupan remaja. Secara garis besarnya ada dua tekanan pokok yang berhubungan dengan kehidupan remaja ,yaitu internal pressure (tekanan dari dalam diri remaja) dan external pressure (tekanan dari luar diri remaja)
          Tekanan dari dalam (internal pressure) merupakan tekanan psikologis dan emosional. Sedangkan teman sebaya, orang tua guru, dan masyarakat merupakan sumber dari luar (external pressure). Teori ini akan membantu kita memahami masalah yang dihadapi remaja salah satunya adalah masalah kesehatan reproduksi.

B.     Perkembangan Psikologis Remaja serta Permasalahannya
  1. Definisi dan Perkembangan Psikologis Remaja
Memasuki masa remaja yang diawali dengan terjadinya kematangan seksual, maka remaja akan dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh akan sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Datangnya menarche misalnya, dapat menimbulkan reaksi yang positif maupun negatif bagi remaja perempuan. Apabila sang remaja sudah mendapat informasi cukup tentang akan datangnya menstruasi maka mereka tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi negatif lainnya. Tetapi apabila mereka kurang memperoleh informasi maka mereka akan mengalami pengalaman yang negatif. Kematangan seksual yang terlalu cepat atau lambat juga dapat mempengaruhi perkembangan psikologisnya.


Perkembangan psikologis adalah suatu perkembangan pada diri manusia yang berkaitan dengan aspek kejiwaan terkait di dalamnya adalah aspek emosi, mental, kemauan dan keadaan moral seperti dikemukakan oleh Sri Rumini, dkk (1993) disimpulkan bahwa perkembangan psikologis adalah suatu proses perubahan yang progresif berdasarkan pertumbuhan kematangan dan belajar atau pengalaman dengan cara mengaktualisasi diri secara memuaskan.
Proses perkembangan psikologis manusia merupakan suatu kodrat alam manusia sebagai makhluk yang memiliki nilai peradaban dengan kemampuan berfikir dan berbudaya, dalam proses ini terdapat perbedaan manusia dengan makhluk hidup lainnya bahkan makhluk mamalia sejenis seperti kera, simpanse, gorilla dan orang hutan. Manusia berkembang secara psikologis tidak hanya berdasarkan naluri atau instingnya saja, tetapi manusia berkembang melalui melalui proses belajar dan tumbuh dalam intelektualitas yang terus berkembang.
Perkembangan remaja secara psikologis merupakan suatu perubahan karakter dari masa anak-anak menuju pada era kedewasaan. Pribadi yang tumbuh pada masa remaja ini menurut Stanley Hall disebut sebagai storm dan stess atau badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosi remaja awal dilanda pergolakan, sehingga selalu mengalami perubahan dalam perbuatannya, dalam mengerjakan sesuatu, misalnya belajar mula-mula bergairah dan tiba-tiba jadi enggan, malas.
Pada masa remaja, menurut Soetjiningsih (2004), anak remaja akan dihadapkan pada dua tugas utama, yaitu: Pertama, mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orangtua; Kedua, membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi. Selain itu, masih ada 8 tugas perkembangan lain pada masa remaja, yaitu: (1) Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa, (2) Memperoleh peranan sosial, (3) Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakannya secara efektif, (4) Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua, (5) Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, (6) Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan, (7) Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga, (8) Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral.
Perkembangan psikologis pada masa remaja yang merupakan masa transisi dari periode anak ke dewasa menurut G.W. Allport (dalam Sarlito Wirawan Sarwono, 2006) menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
Pertama, pemekaran diri sendiri (extension of the self) yang ditandai dengan kemampuan seorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari diri sendiri juga. Perasaan egoisme (mementingkan diri sendiri) berkurang sebaliknya tumbuh perasaan ikut memiliki, salah satu tanda yang khas adalah tumbuhnya kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya. Kemampuan untuk bertenggang rasa dengan orang yang dicintainya untuk ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh orang yang dicintainya, menunjukkan adanya tanda- tanda kepribadian dewasa (mature personality) ciri lain adalah berkembangnya ego ideal berupa cita-cita, idola dan sebagainya yang menggambarkan wujud ego (diri sendiri) di masa depan.
Kedua, kemampuan untuk melihat diri sendiri secara obyektif (self objectivication) ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor) terrmasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran.ia tidak marah jika dikritik pada saaat-saat yang yang diperlukan ia dapat melepaskan diri dari dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai orang luar.
Ketiga, memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life). Hal itu dapat dilakukan tanpa perlu merumuskannnya dan mengucapkankannya dalam kata-kata. Orang yang sudah dewasa tahu dengan tepat tempatnya dalam rangka susunan objek-objek lain di dunia. Ia tahu kedudukannnya dalam masyarakat, ia paham bagaimana seharusnya ia bertingkah laku dalam kedudukan tersebut. Dan ia berusaha mencari jalannya sendiri menuju sasaran yang ia etapkan sendiri. Orang seperti ini tidak lagi mudah terpengaruh dan pendapatnya serta sikap-sikapnya cukup jelas dan tegas.
Perubahan fisik yang cepat dan terjadi secara berkelanjutan pada remaja menyebabkan para remaja sadar dan lebih sensitif terhadap bentuk tubuhnya dan mencoba membandingkan dengan teman-teman sebaya. Jika perubahan tidak berlangsung secara lancar maka berpengaruh terhadap perkembangan psikis dan emosi anak, bahkan terkadang timbul ansietas, terutama pada anak perempuan bila tidak dipersiapkan untuk menghadapinya. Sebaliknya pada orangtua keadaan ini dapat menimbulkan konflik bila proses anak menjadi dewasa ini tidak dipahami dengan baik.
Perubahan psikososial pada remaja dibagi dalam tiga tahap yaitu remaja awal (early adolescent), pertengahan (middle adolescent), dan akhir (late adolescent). Periode pertama disebut remaja awal atau early adolescent, terjadi pada usia usia 12-14 tahun. Pada masa remaja awal anak-anak terpapar pada perubahan tubuh yang cepat, adanya akselerasi pertumbuhan, dan perubahan komposisi tubuh disertai awal pertumbuhan seks sekunder. Karakteristik periode remaja awal ditandai oleh terjadinya perubahan-perubahan psikologis seperti :
a         Krisis identitas,
b        Jiwa yang labil,
c         Meningkatnya kemampuan verbal untuk ekspresi 
diri,
d        Pentingnya teman dekat/sahabat,
e         Berkurangnya rasa hormat terhadap orangtua, 
kadang-kadang berlaku kasar,
f         Menunjukkan kesalahan orangtua
g        Mencari orang lain yang disayangi selain 
orangtua
h        Kecenderungan untuk berlaku kekanak-kanakan, 
dan
i          Terdapatnya pengaruh teman sebaya (peer group) 
terhadap hobi dan cara berpakaian. 

Pada fase remaja awal mereka hanya tertarik pada keadaan sekarang, bukan masa depan, sedangkan secara seksual mulai timbul rasa malu, ketertarikan terhadap lawan jenis tetapi masih bermain berkelompok dan mulai bereksperimen dengan tubuh seperti masturbasi. Selanjutnya pada periode remaja awal, anak juga mulai melakukan eksperimen dengan rokok, alkohol, atau narkoba. Peran peer group sangat dominan, mereka berusaha membentuk kelompok, bertingkah laku sama, berpenampilan sama, mempunyai bahasa dan kode atau isyarat yang sama.

Periode selanjutnya adalah middle adolescent terjadi antara usia 15-17 tahun, yang ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan sebagai berikut :
a         Mengeluh orangtua terlalu ikut campur dalam 
kehidupannya
b        Sangat memperhatikan penampilan
c         Berusaha untuk mendapat teman baru
d        Tidak atau kurang menghargai pendapat 
orangtua
e         Sering sedih/moody
f         Mulai menulis buku harian
g        Sangat memperhatikan kelompok main secara 
selektif dan kompetitif, dan
h        Mulai mengalami periode sedih karena ingin lepas 
dari orangtua.
Pada periode middle adolescent mulai tertarik 
akan intelektualitas dan karir. Secara seksual sangat memperhatikan penampilan, mulai mempunyai dan sering berganti-ganti pacar. Sangat perhatian terhadap lawan jenis. Sudah mulai mempunyai konsep role model dan mulai konsisten terhadap cita-cita.
Periode late adolescent dimulai pada usia 18 tahun ditandai oleh tercapainya maturitas fisik secara sempurna. Perubahan psikososial yang ditemui antara lain :
a           Identitas diri menjadi lebih kuat
b           Mampu memikirkan ide
c           Mampu mengekspresikan perasaan dengan kata- kata
d          Lebih menghargai orang lain
e           Lebih konsisten terhadap minatnya
f            Bangga dengan hasil yang dicapai
g           Selera humor lebih berkembang, dan
h           Emosi lebih stabil.

            Pada fase remaja akhir lebih memperhatikan masa depan, termasuk peran yang diinginkan nantinya. Mulai serius dalam berhubungan dengan lawan jenis, dan mulai dapat menerima tradisi dan kebiasaan lingkungan.
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran.
Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan hebat. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan. Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang.
Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai seseorang yang baru; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para idolanya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja. Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan - kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang risiko dan berdampak negatif pada remaja. Perilaku yang mengundang risiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alkohol, tembakau dan zat lainnya; aktivitas sosial yang berganti - ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti balapan motor, naik gunung dll. Alasan perilaku yang mengundang risiko ada bermacam - macam dan berhubungan dengan dinamika fobia balik (conterphobic dynamic), rasa takut dianggap hal yang dinilai rendah, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya.
Dari berbagai karakter dan ciri-ciri psikologis remaja tadi, satu hal yang paling menonjol dari seorang remaja adalah adanya konsep sikap yang egois sebagai wujud perkembangan berpikir dan bersikap dalam memperjuangkan kemandirian sikap (the strike of autonomy). Dari konsep ini maka seringkali perilaku remaja sering menunjukkan sikap-sikap kritis dan berlawanan dengan perilaku orang tua, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.
Proses penemuan jati diri dan kepribadian seorang remaja sangat tergantung dengan faktor-faktor eksternal terutama dari pergaulan antar teman. Perasaan empati pada persahabatan pada diri remaja jauh lebih kuat daripada dengan keluarga bahkan orang tua sekalipun. Adanya sikap penerimaan, interaksi dan perasaan kepribadian antar remaja lebih banyak berpengaruh pada pola pikir, sikap dan perilaku remaja sehingga interaksi antar teman ini jelas paling mudah membentuk karakter remaja yang cenderung masih inklusif dan sangat labil.
Pergaulan antar teman yang positif biasanya cenderung juga akan membentuk watak dan karakter remaja yang positif pula, namun pergaulan antar teman yang negatif juga akan jauh lebih mudah untuk membentuk watak dan karakter remaja yang negative pula. Sikap eksplorative remaja yang cenderung sangat ambisius membuat remaja selalu bergolak dengan kehidupan dan lingkungannya. Tindakan-tindakan yang bersifat petualangan dan penelitian- penelitian membuat remaja selalu ingin mencoba dan mencari pengalaman-pengalaman baru walau kadangkala eksplorasi yang dilakukan bersifat negative seperti perilaku merokok, narkoba, minum-minuman keras dan petualangan cinta.
Kaitannnya dengan cinta, perkembangan emosi dan perasaan remaja sudah mulai tumbuh seiring dengan pertumbuhan fisik dan kematangan sistem reproduksi. Pada masa transisi ini remaja sudah memahami dirinya atas dasar jenis kelamin dan juga tahu akan keberadaan lawan jenisnya, sehingga seorang remaja juga sudah mulai bisa menentukan teman intimnya (pacar). Gejolak perasaan yang ada sangat terpengaruh oleh produksi hormon yang mengalir dalam darah muda seorang remaja, sehingga remaja cenderung mudah terangsang oleh impuls-impuls cinta.
Adanya gejolak perasaan dan sikap eksploratif remaja inilah yang kadang dengan sangat mudahnya mempengaruhi remaja dalam mencapai petualangan-petualangan cinta yang baru, mereka saling mencurahkan perasaan kemudian pacaran hingga pada eksplorasi yang semakin jauh. Efek negative dari sikap remaja ini adalah adanya penyalahgunaan napza dan penyalahgunaan alat kelamin yang jelas akan merusak fisik dan mental remaja.
Dari awal hanya sekedar coba-coba, pacaran, pegang tangan, bersentuhan yang kemudian berlanjut pada istilah KNPI (kissing, necking, petting dan intercause) dengan sistem mekanisme kontrol emosi dan perasaan remaja yamg masih lemah serta pola pikir dan intelektualitas yang rendah remaja banyak terjebak pada perilaku free sex yang berbahaya khususnya bagi remaja putri.
Pada masa remaja labilnya emosi erat kaitannya dengan perubahan hormon dalam tubuh. Sering terjadi letusan emosi dalam bentuk amarah, sensitif, bahkan perbuatan nekad. Dennis Hasol menyebutkan kondisi ini sebagai “time of upheavel and turbuence”. Ketidak stabilan emosi menyebabkan mereka memiliki rasa ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu. Pertumbuhan intelektual pada remaja cenderung membuat mereka bersikap kritis, tersalur melalui perbuatan-perbuatan yang sifatnya eksperimen dan eksploratif. Tindakan dan sikap seperti ini jika di bimbing dan diarahkan dengan baik tentu berakibat konstruktif dan berguna. Tetapi sering kali pengaruh faktor di luar diri remaja, seperti peer group dan ada sekelompok orang cenderung memanfaatkan potensi tersebut untuk perbuatan yang negatif sehingga mereka terjerumus ke dalam kegiatan yang tidak bermanfaat ,berbahaya bahkan destruktif.

Faktor Faktor yang mempengaruhi mental remaja
1)      Faktor   Internal
 Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu,pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.
2)      Faktor   Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek,dan    masih   banyak lagi      lainnya.
Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
Manusia pada masa remaja yang sedang mencari jati dirinya membuat emosinya menjadi sangat labil dan mudah terganggu kesehatan mentalnya.

Kriteria remaja yang bermental sehat adalah sebagai berikut :
a           Dapat menerima perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya dengan    lapang dada
b           Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya (teman sebayanya)
c           Dapat mengatasi gejolak-gejolak seksualitasnya
d          Mampu menemukan jati dirinya dan berprilaku sesuai jati dirinya tersebut
e           Dapat menyeimbangkan pengaruh orang tua dan pengaruh teman sebayanya
f            Dapat mengaktualisasikan kemampuannya baik dalam sekola maupun lingkungan sosialnya
g           Tidak mudah goyah apabila terjadi konflik-konflik yang membutuhkan penyelesaian dengan pikiran yang jernih
h           Memiliki cita-cita atau tujuan hidup yang dapat di kejar dan di wujudkan untuk memotivasi diri menjadi seorang yang berguna
i             Memiliki integrasi kepribadian
j             Memiliki perasaan aman dan perasaan menjadi anggota kelompoknya

  1. Permasalahan Perkembangan Psikologis Remaja
Faktor - faktor yang membuat kesehatan mental remaja terganggu adalah :
a.       Faktor biologi.
Yaitu proses pertumbuhan ciri - ciri seksual primer dan sekunder. Ciri ciri seksual primer adalah proses pertumbuhan organ – organ seksual yang berhubungan langsung dengan proses reproduksi seperti pada pria yaitu pertumbuhan penis, sperma dll. Pada wanita yaitu matangnya ovarium, vagina dll. Ciri – ciri seksual sekunder adalah pertumbuhan organ organ tubuh yang tidak berkaitan langsung dengan proses reproduksi. Contohnya pada pria yaitu munculnya bulu di ketiak dan kelamin, perubahan suara, pertumbuhan badan yg pesat dll. Pada wanita yaitu bulu di ketiak dan kelamin, payudara membesar, pertumbuhan badan yg pesat dll. Perubahan faktor biologi dapat membuat kesehatan mental remaja terganggu seperti :
-        Sulit           beradaptasi      dengan            kondisi            fisiknya          yang    baru.
Pertumbuhan fisik yang secara tiba – tiba pesat membuat remaja menjadi bingung dan sulit menghadapinya. Pertumbuhan yang terlalu cepat disbanding kan temen teman sebaya lainnya dapat menimbulkan rasa malu karena merasa berbeda. Sedangkan pertumbuhan yang terlambat dapat membuat remaja minder dan tidak percaya diri dalam bergaul.
-        Salah         informasi         yang    menyebabkan  salah    persepsi. Mereka ingin bertanya kepada orang yang lebih dewasa tapi merasa malu dan justru bertanya kepada teman – temannya yang malah memberikan jawaban yang salah dan dapat menjerumuskan kepada hal buruk seperti seks bebas, manstrubasi dan salah        dalam perlakukan dirinya sendiri.

b        Faktor keluarga.
Persoalan paling signifikan yang sering dihadapi remaja sehari-hari sehingga menyulitkannya untuk beradaptasi dengan lingkungannya adalah hubungan remaja dengan orang yang lebih dewasa, terutama sang ayah, dan perjuangannya secara bertahap untuk bisa membebaskan diri dari dominasi mereka pada level orang-orang dewasa.
Seringkali orangtua mencampuri urusan-urusan pribadi anaknya yang sudah remaja dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut, “Dimana kamu semalam?”, “Dengan siapa kamu pergi?”, “Apa yang kamu tonton?” dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya ditujukan oleh orangtua adalah karena kepedulian orangtua terhadap keberadaan dan keselamatan anak remajanya. Namun ditelinga dan dipersepsi anak pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti introgasi seorang polisi terhadap seorang criminal yang berhasil ditangkap. remaja sering menunjukkan sikap menantang otoritas orang       tuanya

c         Faktor lingkungan dan sosial
Pada faktor lingkungan dan sosial melingkupi semua yang berhadapan langsung dengan remaja seperti pertemanan dan pergaulan, sekolah dan lingkungan rumah sekitar. Faktor - faktor tersebut sangat mempengaruhi kepribadian seseorang dari lingkungan remaja banyak belajar dan meniru. Jika lingkungan terlalu banyak menuntut remaja untuk banyak melakukan hal maka remaja tersebut dapat sangat tertekan. Lingkungan yang tidak baik serta pergaulan yang salah juga dapat membuat remaja menjadi terganggu kesehatan mentalnya.

Beberapa Permasalahan Psikologis Remaja :
a         Kegagalan pembentukan identitas diri
Menurut J. Piaget, awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara berpikir yang lebih abstrak, konseptual, dan berorientasi ke masa depan (future oriented). Remaja mulai menunjukkan minat dan kemampuan di bidang tulisan, seni, musik, olah raga, dan keagamaan. E. Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya menyatakan bahwa tugas utama di masa remaja adalah membentuk identitas diri yang mantap yang didefinisikan sebagai kesadaran akan diri sendiri serta tujuan hidup yang lebih terarah. Mereka mulai belajar dan menyerap semua masalah yang ada dalam lingkungannya dan mulai menentukan pilihan yang terbaik untuk mereka seperti teman, minat, atau pun sekolah. Di lain pihak, kondisi ini justru seringkali memicu perseteruan dengan orangtua atau lingkungan yang tidak mengerti makna perkembangan di masa remaja dan tetap merasa bahwa mereka belum mampu serta memperlakukan mereka seperti anak yang lebih kecil. Secara perlahan, remaja mulai mencampurkan nilai-nilai moral yang beragam yang berasal dari berbagai sumber ke dalam nilai moral yang mereka anut, dengan demikian terbentuklah superego yang khas yang merupakan ciri khas bagi remaja tersebut sehingga terjawab pertanyaan ’siapakah aku?’ dan ’kemanakah tujuan hidup saya?’ Bila terjadi kegagalan atau gangguan proses identitas diri ini maka terbentuk kondisi kebingungan peran (role confusion). Role confusion ini sering dinyatakan dalam bentuk negativisme seperti, menentang dan perasaan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri. Negativisme ini merupakan suatu cara untuk mengekspresikan kemarahan akibat perasaan diri yang tidak adekuat akibat dari gangguan dalam proses pembentukan identitas diri di masa remaja ini.


b        Gangguan perkembangan moral
Moralitas adalah suatu konformitas terhadap standar, hak, dan kewajiban yang diterima secara bersama, apabila ads dua standar yang secara sosial diterima bersama tetapi saling konflik maka umumnya remaja mengambil keputusan untuk memilih apa yang sesuai berdasarkan hati nuraninya. Dalam pembentukan moralitasnya, remaja mengambil nilai etika dari orangtua dan agama dalam upaya mengendalikan perilakunya. Selain itu, mereka juga mengambil nilai apa yang terbaik bagi masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, penting bagi orangtua untuk memberi suri teladan yang baik dan bukan hanya menuntut remaja berperilaku baik, tetapi orangtua sendiri tidak berbuat demikian. Secara moral, seseorang wajib menuruti standar moral yang ada namun sebatas bila hal itu tidak mebahayakan kesehatan, bersifat manusiawi, serta berlandaskan hak asasi manusia. Dengan berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa, terbentuklah suatu konsep moralitas yang mantap dalam diri remaja. Jika pembentukan ini terganggu maka remaja dapat menunjukkan berbagai pola perilaku antisosial dan perilaku menentang yang tentunya mengganggu interaksi remaja tersebut dengan lingkungannya, serta dapat memicu berbagai konflik.

c         Tidak Realistis dan Tidak betanggung jawab
Remaja yang salah penyesuaian dirinya terkadang melakukan tindakan-tindakan yang tidak realistis, bahkan cenderung melarikan diri dari tanggung jawabnya. Perilaku mengalihkan masalah yang dihadapi dengan mengkonsumsi minuman beralkohol banyak dilakukan oleh kelompok remaja, bahkan sampai mencapai tingkat ketergantungan penyalahgunaan obat terlarang dan zat adiktif. Berkaitan dengan pelepasan tangung jawab, dikalangan remaja juga sering dijumpai banyak usaha untuk bunuh diri. di Negara-negara maju, seperti Amerika, Jepang, Selandia Baru, masalah bunuh diri dikalangan remaja berada pada tingkat yang memprihatinkan. Sedangkan dinegara berkembang seperti Indonesia, perilaku tidak sehat remaja yang beresiko kecelakaan juga banyak dilakukan remaja, seperti berkendaraan secara ugal-ugalan. Hal lain yang menjadi persoalan penting dikalangan remaja disemua negara adalah, meningkatnya angka delinkuensi. Perilaku tersebut misalnya keterlibatan remaja dalam perkelahian antar sesame, kabur dari rumah, melakukan tindakan kekerasan, dan berbagai pelanggaran hukum, adalah umum dilakukan oleh remaja.

d        Terjadi Penyimpangan Remaja 
Mussen dkk, mendefinisikan penyimpangan remaja sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga menyatakan penyimpangan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk penjara.
Menurut Kartono (2003), bentuk-bentuk perilaku penyimpangan remaja dibagi menjadi empat, yaitu :
·         Penyimpangan terisolir (Delinkuensi terisolir)
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. 
·         Penyimpangan neurotik (Delinkuensi neurotik)
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. 

·         Penyimpangan psikotik (Delinkuensi psikopatik)
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum criminal yang paling berbahaya. 
·         Penyimpangan defek moral (Delinkuensi defek moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang.


C.    Keterkaitan Aspek Psikologis Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja
Reproduksi adalah suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup, dalam proses reproduksi tersebut manusia terus mengalami perubahan dalam perkembangan dan pertumbuhan reproduksi mulai dari masa dalam kandungan hingga mengalami masa klimaksterium, dalam proses perubahan yang berkelanjutan tersebut seringkali menimbulkan permasalahan yang diakibatkan oleh banyak faktor, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi adalah faktor psikososial.
Secara Psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa. Di dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu yang terkait ( seperti biologi dan ilmu fisiologi), remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik ketika alat-alat kelamin manusia mencapai kematangan. Hal ini berarti secara anatomis, alat-alat kelamin maupun organ tubuh yang lain akan memperoleh bentuknya yang sempurna.

Faktor psikososial merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang baik secara psikologis maupun sosial, masalah-masalah kesehatan reproduksi dilihat dari aspek psikososial pada saat fase prenatal (dalam kandungan), fase postnatal, masa remaja dan fase klimakterium/menopause.
Pada fase prenatal biasanya masalah yang sering ditemukan adalah kecemasan pada saat kehamilan dan saat akan melahirkan. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, maka dukungan sosial untuk ibu hamil sangatlah penting. Menurut Suryaningsih (2007), dukungan sosial ini banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitar, dalam hal ini lingkungan yang terdekat adalah pasangan atau suami. Sudah selayaknya pasangan memberikan semangat dan perhatian kepada istri.Dengan begitu, istri bisa kuat secara mental untuk menghadapi segala hal di masa kehamilannya.
Kecemasan juga terjadi pada wanita pasca melahirkan, biasanya calon ibu tersebut akan merasa depresi atau lebih sering dikenal dengan Depresi Pasca Melahirkan (DPM). Crockenberg dan Leekers (2003) mengemukakan bahwa sekitar 10-30% ibu setelah melahirkan mengalami kondisi depresi. 70% diantara para ibu yang baru melahirkan mengalami gangguan psikologis selama kurang lebih 12 bulan atau 1 tahun dengan rentang episode antara 4 minggu hingga 6 bulan.
Menurut siklus kehidupan manusia normal, setiap orang yang berusia panjang akan mengalami proses mulai dari bayi, masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan tua. Kehidupan wanita juga mengalami proses perkembangan tersebut, termasuk fase-fase yang berkaitan dengan fungsi organ reproduksi wanita. Hal ini berarti semakin meningkatnya jumlah manusia tua, termasuk wanita yang telah memasuki usia menopause

D.    Upaya Penanganan Permasalahan Psikologis Remaja
Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi selama masa remaja tidak selalu dapat tertangani secara baik. Beberapa hal yang perlu menjadi benteng bagi remaja dalam mengisi masa muda agar mengarah pada pembentukan sikap dan karakter yang positif dan kondusif. Perlu adanya kegiatan–kegiatan positif lain seperti kegiatan sosial, olah raga, kegiatan ilmiah dan keagamaan. Kontrol yang paling penting dari keluarga dan lingkungan bukanlah pengekangan namun dorongan dan motivasi secara positif agar remaja tidak merasa terkekang namun tetap merasa diperhatikan.
Kegiatan olah raga sangat positif bagi remaja untuk mengalihkan produksi hormon pada kegiatan fisik dan rekreatif, serta mengurangi waktu dan pikiran remaja agar jangan terinduksi pada kegiatan dan pikiran-pikiran negative. Bahkan olah raga justru secara sistematis mampu merangsang otak pada perilaku yang positif pada sikap-sikap sportif, fairplay, kerjasama dan nilai-nilai kemanusiannya lainnya.
Kegiatan sosial keagamaan akan menumbuhkan sikap empati dan kepedulian sosial pada sesama dan lingkungan dengan tumbuhnya cinta pada kelestarian alam/bumi, patriotisme dan cinta tanah air. Sikap religius juga sangat penting dalam membentengi remaja secara moral terhadap perilaku-perilaku negatif yang merupakan nilai pribadi (value of interest) dari dirinya sendiri untuk menjauhi perbuatan-perbuatan amoral dan tercela.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :
a         Peran Orang tua
-        Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
-        Membekali anak dengan dasar moral dan agama
-        Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
-        Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
-        Menjadi tokoh panutan dalam perilaku maupun menjaga lingkungan yang sehat
-        Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak Hindarkan anak dari NAPZA

b        Peran Sebagai Pendidik
Orang tua hendaknya menyadari banyak tentang perubahan fisik maupun psikis yang akan dialami remaja. Untuk itu orang tua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak. Nilai-nilai agama yang ditanamkan orang tua kepada anaknya sejak dini merupakan bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja dapat membentuk rencana hidup mandiri, disiplin dan bertanggung jawab, orang tua perlu menanamkan arti penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah, di luar sekolah serta di dalam keluarga.
c         Peran Sebagai Pendorong
Menghadapi masa peralihan menuju dewasa, remaja sering membutuhkan dorongan dari orang tua. Terutama saat mengalami kegagalan yang mampu menyurutkan semangat mereka. Pada saat itu, orang tua perlu menanamkan keberanian dan rasa percaya diri remaja dalam menghadapi masalah, serta tidak gampang menyerah dari kesulitan.

d        Peran Sebagai Panutan
Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya. Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan, baik dalam menjalankan nilai-nilai agama maupun norma yang berlaku di masyarakat. Peran orang tua yang baik akan mempengaruhi kepribadian remaja.

e         Peran Sebagai Pengawas
Menjadi kewajiban bagi orang tua untuk melihat dan mengawasi sikap dan perilaku remaja agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang membawanya ke dalam kenakalan remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun demikian hendaknya dilakukan dengan bersahabat dan lemah lembut. Sikap penuh curiga, justru akan menciptakan jarak antara anak dan orang tua, serta kehilangan kesempatan untuk melakukan dialog terbuka dengan anak dan remaja.

f         Peran Sebagai Teman
Menghadapi remaja yang telah memasuki masa akil balig, orang tua perlu lebih sabar dan mau mengerti tentang perubahan pada remaja. Perlu menciptakan dialog yang hangat dan akrab, jauh dari ketegangan atau ucapan yang disertai cercaan. Hanya bila remaja merasa aman dan terlindung, orang tua dapat menjadi sumber informasi, serta teman yang dapat diajak bicara atau bertukar pendapat tentang kesulitan atau masalah mereka.

g        Peran Sebagai Konselor
Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika menghadapi masa-masa sulit dalam mengambil keputusan bagi dirinya. Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan nilai yang positif dan negatif , sehingga mereka mampu belajar mengambil keputusan terbaik. Selain itu orang tua juga perlu memiliki kesabaran tinggi serta kesiapan mental yang kuat menghadapi segala tingkah laku mereka, terlebih lagi seandainya remaja sudah melakukan hal yang tidak diinginkan. Sebagai konselor, orang tua dituntut untuk tidak menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus merangkul remaja yang bermasalah tersebut.

h        Peran Sebagai Komunikator.
Suasana harmonis dan saling memahami antara orang tua dan remaja, dapat menciptakan komunikasi yang baik. Orang tua perlu membicarakan segala topik secara terbuka tetapi arif. Menciptakan rasa aman dan telindung untuk memberanikan anak dalam menerima uluran tangan orang tua secara terbuka dan membicarakan masalahnya. Artinya tidak menghardik anak.

i          Peran Guru
-        Bersahabat dengan siswa
-        Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman
-        Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler
-        Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga
-        Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP
-        Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
-        Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
-        Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempa
-        Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
-        Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat adalah hal fisik, mental, spiritual dan sosial
-        Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA
-         

j          Peran Pemerintah dan masyarakat
-        Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti
-        Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga dan bermain
-        Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas
-        Memberikan keteladanan
-        Menanggulangi NAPZA, dengan menerapkan peraturan dan hukumnya secara tegas
-        Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan
k        Peran Media
-        Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)y
-        Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)y
-        Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas biaya khusus untuk remaja
-        Saat ini masih sedikit klinik khusus kesehatan remaja, sehingga para remaja yang memiliki masalah psikososial diperiksakan kepada dokter ahli jiwa psiakater terdekat. Peran Puskesmas yang kini sudah mengakar di masyarakat bisa dikembangkan untuk mempunyai divisi khusus yang menangani permasalahan remaja.
-        Pembentukan Klinik Kesehatan Remaja agaknya bisa menjadi solusi mengatasi makin tingginya remaja yang terkena penyakit infeksi seksual menular dan penyakit lain akibat penyalahgunaan narkoba. Melalui klinik khusus tersebut, remaja bisa mengungkapkan persoalannya tanpa takut-takut guna dicarikan solusi atas masalahnya tersebut

BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Adolesent (remaja) merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial. Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) remaja awal antara 11 hingga 13 tahun, 2) remaja pertengahan antara 14 hingga 16 tahun, dan 3) remaja akhir antara 17 hingga 19 tahun.
Perkembangan psikologis adalah suatu perkembangan pada diri manusia yang berkaitan dengan aspek kejiwaan terkait di dalamnya adalah aspek emosi, mental, kemauan dan keadaan moral. Perkembangan psikologi remaja adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari pematangan.
Untuk mencegah terjadinya permasalahan psikologis pada remaja, perlu dilakukan pengenalan awal (deteksi dini) perubahan yang terjadi dan karateristik remaja dengan mengidentifikasi beberapa faktor risiko dan faktor protektif sehingga remaja dapat melalui periode ini dengan optimal dan ia mampu menjadi individu dewasa yang matang baik fisik maupun psikisnya.

  1. Saran
Peran serta berbagai pihak, terutama yang secara langsung bersentuhan dengan perilaku serta kegiatan remaja (seperti keluarga, teman sebaya, lingkungan sekitar serta media) sangat dibutuhkan dalam rangka mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja,

DAFTAR PUSTAKA



Pusat Data Dan Informasi . Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Kementrian Kesehatan RI.
Batubara, J. Sari Pediatri. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Vol. 12, No. 1, Juni 2010
Ekowarni, E. Jurnal Psikologi. Pola Perilaku Sehat
Dan Model Pelayanan Kesehatan Remaja. 2001, No. 2, 97 - 104
Mardiya. Perkembangan Psikologi Remaja. Kasubid Advokasi Konseling Dan Pembinaan Kelembagaan Kb Dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta
Ratna, K. Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Permasalahannya. Fmipa. Uny
Gilbert, Wm., Et Al (2004). Birth Outcomes In Teenage Pregnancy. Journal Of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine; 16, 5, P 265.

Hurlock, E.B (1998). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Kaplan Dan Sadock.(1997). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis (Edisi Ke 7, Jilid 1). Jakarta. Binarupa Aksara.
Pusat Informasi Dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Diakses Melalui http://Ceria.BKKBN.go.Id