KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA
PERMASALAHAN
GIZI REMAJA
Disusun
untuk Memenhi Ujian Tengah Semester
Mata
Kuliah
Kesehatan Reproduksi Remaja
( Dosen : Dr. Zarfiel Tafal. MPH
)
Disusun Oleh :
Esa Sartika Ariyanti 150510011
Fibrianti 150510012
Hardiyanti Lukmana 150510013
Ida Mariana 150510014
Mira Miraturrofi’ah 150510020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
kesehatan adalah masalah yang sangat penting dan selalu menjadi topik
pembicaraan yang tak henti-henti. Kesehatan menjadi hal yang paling penting
dalam mendukung kehidupan manusia. Masalah kesehatan sering diremehkan orang
demi kesenangan sementara, apalagi pada remaja. Perubahan yang berjalan sangat
cepat pada bentuk tubuh menyebabkan remaja pada kondisi emosional yang kurang
stabil, sehingga remaja cenderung melakukan perbuatan tanpa
perhitungan,termasuk perilaku yang tidak sehat karena keinginan individu agar
diterima oleh teman-temannya.
Masa
remaja merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan cepat dalam proses
pertumbuhan fisik, kognitif dan psikososial. Pada masa ini terjadi kematangan
seksual dan tercapainya bentuk dewasa karena pematangan fungsi endokrin. Pada
saat proses pematangan fisik, juga terjadi perubahan komposisi tubuh. Periode
Adolesensia ditandai dengan pertumbuhan yang cepat (Growth Spurt) baik
tinggi badannnya maupun berat badannya. Pada periode growth spurt,
kebutuhan zat gizi tinggi karena berhubungan dengan besarnya tubuh.
Remaja
menurut World Health Organization (WHO) berusia 10 – 19 tahun, terdi ridari 19%
populasi dunia, namun remaja seringkali kurang diperhatikan, khususnya remaja
putri. Kegemukan dan masukan energi berlebihan pada para remaja dapat
menimbulkan penyakit kronik dikemudian hari. Diukur 22.805 remaja laki-laki dan
21.799 remaja putri. Berdasar Index Masa Tubuh remaja berdasar Umur (IMT/U)
dijumpai 3.1% remaja laki-laki dan 1.7% remaja putri yang sangat kurus; 7.9%
remaja laki-laki dan 5.0% remaja putri yang kurus; 9.3% remaja laki-laki dan
9.7% remaja putri dengan gizi lebih dan 4.2% remaja laki-laki dan 2,7% remaja
putri yang kegemukan.
Dijumpai
11.1% remaja laki-laki dan 8.7% remaja putri yang sangat pendek; dijumpai pula
20.8% remaja laki-laki dan 20.0% remaja putri dengan tubuh pendek. Di tingkat
Nasional terdapat 9.0% remaja dengan gizi kurang dan 11 propinsi dengan remaja
gizi kurang >9%. Di tingkat nasional terdapat 13% remaja yang kegemukan, dan
16 propinsi dengan kegemukan >13%. Di tingkat nasional terdapat 30.3% remaja
yang pendek dan 20 propinsi dengan remaja pendek>30.3%.
Persoalan
hidup sampai merambat pada perilaku makan dikarenakan makanan sangat penting
untuk tumbuh kembang manusia, apalagi remaja. Remaja dengan segala beban masa
depan yang harus diraihnya sangat memerlukan gizi yang seimbang sebagai
penunjang untuk meraih masa depannya (Safitri, 2007). Selanjutnya Safitri
(2007) menambahkan perilaku makan yang buruk dapat menimbulkan masalah
kesehatan salah satunya gangguan makan yang serius seperti bulimia dan anorexia.
Data
hasil Global School-based Student Health Survey (GSHS) tahun 2014
menyatakan persentase siswa umur 13- 15 tahun yang mengalami kegemukan di Republik
Maldives sebesar 23,1% dimana laki-laki mengalami kegemukan sebesar 29,2% dan
perempuan sebesar 17,4%. Sedangkan prevalensi obesitas pada siswa umur 13-15
tahun 2014 menurut GSHS sebesar 7,6%.
Berdasarkan
hasil Riskesdas 2007, prevalensi gizi lebih pada remaja usia 13-15 tahun secara
nasional sebesar 10,3%. Data Riskesdas tahun 2010 pada tingkat nasional
prevalensi obesitas pada anak umur 13-15 tahun adalah sebesar 2,5%. Sumatera
Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi obesitas diatas
nilai rerata nasional yaitu 2,7%. Sedangkan menurut Riskesdas tahun 2013
prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10,8% yang
terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5 % obesitas.
Masalah
gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat,
misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan BBLR,
penurunan kesegaran jasmani. Banyak penelitian telah dilakukan menunjukkan
kelompok remaja menderita/mengalami banyak masalah gizi. Masalah gizi tersebut
antara lain Anemi dan IMT kurang dari batas normal atau kurus. Prevalensi anemi
berkisar antara 40%–88%, sedangkan prevalensi remaja dengan IMT kurus berkisar
antara 30%–40%. Banyak faktor yang menyebabkan masalah ini. Dengan mengetahui
faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi masalah gizi tersebut membantu upaya
penanggulangannya dan lebih terpengaruh dan terfokus.
Kebutuhan
energi setiap orang berbeda tergantung jenis kelamin, usia dan kondisi
tubuhnya. Seseorang harus menjaga keseimbangan kebutuhan energi agar tubuh
dapat melakukan segala proses fisiologis guna menjamin kelangsungan hidup. Bila
seorang salah dalam menghitung dan merencanakan kebutuhan energi dan protein
maka dapat menimbulkan dampak yang tidak baik pada status gizi ( Irianto, et
al, 2004 ).
Status
gizi baik di usia remaja sangat diperlukan terutama remaja putri agar di masa
kehamilannya nanti sehat dan pertambahan berat badannya adekuat Seorang remaja
putri dengan ukuran Lingkar Lengan Atas ( LILA ) kurang dari 23.5 cm berisiko
terjadinya keadaan Kurang Energi Kronik ( KEK) sehingga memberikan kontribusi
kurang baik terhadap kenaikan berat badan selama hamil. Ibu yang mempunyai
riwayat kekurangan berat badan cenderung melahirkan lebih cepat ( premature )
serta berisiko bagi kelangsungan hidup ibu dan bayinya ( Moore, 1997 ).
Hardy
dan Hayes (1988) menjelaskan body image merupakan sebagian dari konsep diri
yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Konsep diri adalah evaluasi individu
mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Aspek utama dalam konsep
diri adalah body image yaitu suatu kesadaran individu dan penerimaan terhadap physical
self. Body image dikembangkan selama hidup melalui pola interaksi dengan
orang lain. Perkembanga body image tergantung pada hubungan sosial dan
merupakan proses yang panjang dan sering kali tidak menyenangkan, karena body
image yang selalu diproyeksikan tidak selalu positif.
Hal
ini yang membuat remaja tergiur untuk berpenampilan seperti mereka. Remaja
berusaha untuk berpenampilan seperti bintang idolanya. Padahal kenyataannya,
tubuh kurus para model ini tidak realistis bagi sebagian besar remaja putri.
Pada usia remaja, perubahan bentuk tubuh pada remaja putri seperti pertumbuhan
pinggul dan payudara merupakan hal yang alami, walaupun membuat kita tidak lagi
berpenampilan seperti para model di televisi yang bertubuh rata seperti papan.
Dalam
beberapa hal sebenarnya remaja tidak puas terhadap keadaan diri sendiri. Banyak
dari mereka menginginkan pinggang, paha dan betis yang lebih kecil, oleh sebab
itu urusan body image dianggap sebagai perkara besar yang terus dipikirkan. Hal
ini karena remaja adalah golongan individu yang mencari identitas diri. Mereka
suka ikut-ikutan, dan sangat mengagumi idolanya yang berpenampilan menarik.
Kalau sudah menyangkut masalah body image, mereka juga ingin memiliki postur
tubuh yang sempurna seperti bintang film, penyanyi dan pragawati idolanya.
Di
samping itu, kekhawatiran menjadi gemuk pada remaja, memaksa mereka untuk
mngurangi jumlah pangan yang seharusnya dimakan ( Browel KD dan Rodin J, 1994).
Dan diet yang dilakukan disusun berdasarkan data yang semata-mata diperoleh
dari bisik-bisik dengan teman sebaya, bukan hasil konsultasi denagn para ahli
dibidangnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Status Gizi dan Remaja
- Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan yang menggambarkan
keseimbangan asupan dan keluaran nutrient/zat gizi. Apabila asupan nutrient
adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan kebutuhan metabolisme, akan
didapatkan status nutrisi dalam keadaan optimal. Secara garis besar status gizi
dapat digolongkan atas gizi baik, gizi lebih dan gizi kurang. Pada hakikatnya
baik gizi lebih maupun gizi kurang keduanya termasuk malnutrisi, namun pada
penapisan status nutrisi pada usia lanjut, malnutrisi diartikan sebagai gizi
kurang. Oleh karenanya, pada buku panduan kurikulum dan modul pelatihan lanjut
usia dan geriatric untuk petugas puskesmas yang diterbitkan oleh kemenkes, yang
dimaksud dengan malnutrisi adalah keadaan gizi kurang.
Penilaian yang tepat terhadap status gizi seseorang
selain dapat mendeteksi apakah status gizi dalam keadaan normal atau tidak,
dapat juga dipergunakan sebagai dasar perhitungan kebutuhan dalam lamanya
pemberian tunjangan nutrisi apabila diperlukan. Komponen-komponen dari
penilaian status nutrisi pada individu umumnya :
1.
Penilaian klinis
Penilaian
klinis terdiri dari pemeriksaan fisik untuk mendeteksi tanda dan gejala suatu
penyakit dan riwayat kesehatan. Pada lanjut usia ditambah dengan penilaian
terhadap keterbatasan fisik, fungsi kognitif dan psikologi serta kapasitas
fungsional.
a
Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya defisiensi
nutrient, malnutrisi, status hidrasi, dan keadaan oral/ mulut.
b
Penilaian keterbatasan fisik yang mungkin ditemukan
seperti pengecapan, kemampuan makan sendiri, penglihatan, pendengaran.
c
Penilaian fungsi kognitif dan psikologis.
d
Kapasitas fungsional, kemampuan menyiapkan makan
sendiri, aktivitas sehari-hari.
2.
Pengukuran antropometri
a
Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan pada orang lanjut usia lebih
rumit dibandingkan dengan orang dewasa muda. Hal tersebut dikarenakan perubahan
pada posur tubuh yang terjadi. Apabila tinggi badan tidak dapat dinilai dapat
dipergunakan pengukuran tinggi lutut atau panjang lengan.
Tinggi lutut lebih direkomendasikan karena lebih
mudah dilakukan. Dengan mengukur tinggi lutut kita dapat memperkirakan bdan
dengan rumus sebagai berikut :
·
Laki-laki :
Tinggi Badan = 59,01 + {2,08 x tinggi lutut (cm)}
·
Perempuan :
Tinggi Badan = 75,00 + {1,91 x tinggi lutut (cm) – (0,17 x umur (tahun) }
b
Indeks Massa Tubuh / IMT
Merupakan cara yang sederhana untuk memantau status
nutrisi orang dewasa. Berat badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap
penyakit infeksi, sedangkan berat bdan lebih meningkatkan risiko terhadap
penyakit degenerative / penyakit kronis. IMT dihitung dengan membagi berat
badan (BB) dalam kg, dengan kuadrat tinggi bdan (TB) dalam meter.
Klasifikasi berat badan berdasarkan IMT
IMT
|
|
BB Kurang
|
< 18,5
|
BB Normal
|
18,5 – 22,9
|
BB Lebih
|
> 23
|
Pra Obes
|
23 – 24,9
|
Obesitas / Kegemukan :
|
25 – 29,9
> 30
|
c
Lingkar Lengan Atas (LILA)
Pengukuran
lingkar lengan atas menggambarkan lemak subkutan dan otot pada bagian lengan,
sehingga perubahan pada LILA merefleksikan bertambah / berkurangnya massa otot,
massa lemak, atau keduanya. Pengukuran LILA pada lanjut usia penting disebabkan
distribusi lemak tubuh ke sentral, sederhana dan mudah dilakukan.
d
Tebal Lipat Kulit (TLK)
Pengukuran
TLK mempunyai berbagai keterbatasan nila dipergunakan pada lanjut usia dikarenakan
adanya perubahan distribusi lemak tubuh dan bekurangnya elastisitas kulit.
3.
Pemeriksaan biokimia / laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium dipergunakan untuk mendeteksi status defisiensi yang bersifat sub
klinis. Pemeriksaan biokimia yang umum dan sederhana dilakukan adalah
pengukuran kadar serum albumin, hemoglobin, hematocrit, serta kolesterol serum.
4.
Penilaian asupan makanan
Terdapat
berbagai kendala dalam melakukan penilaian asupan makanan pada lanjut usia
diakrenakan :
a
Adanya gangguan memori jangka pendek, keterbatasan
ini menyebabkan metode Recall 24 Jam
sulit untuk dilakukan.
b
Bila terdapat gangguan kognitif, akan mengakibatkan
data yang diperoleh tidak akurat.
c
Membutuhkan waktu yang lama untuk wawancara.
Cara
yang dianjurkan untuk menilai asupan makanan adalah dengan on going record atau check
list yang pengisiannya dilakukan segera setelah selesai makan.
- Pengertian Remaja
Adolesent (remaja) merupakan masa transisi
dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik
perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial. Perubahan ini terjadi
dengan sangat cepat dan terkadang tanpa kita sadari. Perubahan fisik yang
menonjol adalah perkembangan tanda-tanda seks sekunder, terjadinya pacu tumbuh,
serta perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan lingkungannya.
Perubahan-perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan maupun penyakit
tertentu bila tidak diperhatikan dengan seksama. Maturasi seksual terjadi
melalui tahapan-tahapan yang teratur yang akhirnya mengantarkan anak siap
dengan fungsi fertilitasnya, laki-laki dewasa dengan spermatogenesis, sedangkan
anak perempuan dengan ovulasi. Di samping itu, juga terjadi perubahan
psikososial anak baik dalam tingkah laku, hubungan dengan lingkungan serta
ketertarikan dengan lawan jenis. Perubahan-perubahan tersebut juga dapat
menyebabkan hubungan antara orangtua dengan remaja menjadi sulit apabila
orangtua tidak memahami proses yang terjadi. Perubahan perkembangan remaja ini
yang dapat diatasi jika kita mempelajari proses perkembangan seorang anak
menjadi dewasa.
Masa
remaja merupakan bagian dari proses tumbuh kembang, yaitu masa peralihan dari
anak menuju dewasa. Pada tahap ini, anak mengalami percepatan pertumbuhan,
perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis. Oleh karenanya, remaja sangat
rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan
yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial
Hurlock
(1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13
hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah
batasan tradisional, sedangkan aliran kontemporer membatasi usia remaja antara
11 hingga 22 tahun. Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga
kelompok, yaitu: 1) remaja awal antara 11 hingga 13 tahun, 2) remaja
pertengahan antara 14 hingga 16 tahun, dan 3) remaja akhir antara 17 hingga 19
tahun.
Masa
remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia
maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap
sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau
batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi
pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia
11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang)
mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja
dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia
nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi.
Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja
hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya
seringkali mereka menjadi bingung karenakadang-kadang diperlakukan sebagai
anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan
dewasa.
Perkembangan
pada remaja merupakan proses untuk mencapai kemasakan dalam berbagai aspek
sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang
memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada
remaja.
Diperlukan
teknik komunikasi klinik khusus untuk melakukan anamnesis terhadap remaja,
sedangkan pada pemeriksaan fisik diperlukan ruangan khusus terutama untuk
melakukan penilaian pubertas. Untuk melakukan pengobatan yang efektif tentunya
dokter memerlukan pengetahuan tentang proses perkembangan remaja, seperti
integritas, kerahasiaan serta pola hubungan anak dengan keluarganya agar
kepatuhan dalam pengobatan dapat dicapai.
B.
Kebutuhan Gizi Seimbang
Pada Remaja
Kebutuhan energi diperlukan untuk kegiatan
sehari-hari maupun untuk proses metabolisme tubuh. Cara sederhana untuk
mngetahui kecukupan energi dapat dilihat dari berat badan seseorang. Pada
remaja perempuan uasi 10-12 tahun, kebutuhan energinya 50-60 kal/ kg BB / hari,
dan usia 13 – 18 tahun sebesar 40-50 kal/kg BB/hari. Kebutuhan meningkat karena
proses tumbuh kembang berlangsung cepat. Apabila asupan energi terbatas/kurang,
protein akan dipergunakan sebagai energi.
Kebutuhan protein usia 10-12 tahun adalah 50 g/hari,
13-15 tahun sebesar 57 g/hari dan usia 16-18 tahun adalah 55 g/hari. Sumber
protein terdapat dalam daging, jeroan, ikan, keju, kerang, dan udang (hewani).
Sedangkan protein nabati terdapat pada kacang-kacangan, tempe, dan tahu.
Lemak dapat diperoleh dari daging berlemak, jerohan dan sebagainya.
Kelebihan lemakakan disimpan oleh tubuh sebagai lemak tubuh yang
sewaktu-waktu diperlukan. Departemen Kesehatan RI menganjurkan konsumsi lemak dibatasi
tidak melebihi 25 % dari total energi per hari, atau paling banyak 3
sendok makan minyak goreng untuk memasak makanan sehari.
Asupan lemak yang terlalu rendah juga
mengakibatkan energi yang dikonsumsi tidak mencukupi, karena 1 gram
lemak menghasilkan 9 kalori. Pembatasan lemak hewani dapat mengakibatkan asupan
Fe dan Zn juga rendah.
Kebutuhan vitamin dan mineral pada
saat ini juga meningkat. Golongan vitamin B, yaitu Vitamin B1 (tiamin), vitamin
B2 (riboflavin), maupun niasin diperlukan dalam metabolisme energi.
Zat gizi yang berperan dalam metabolisme asam nukleat
yaitu asam folat dan vitamin B12. Vitamin D diperlukan dalam
pertumbuhan kerangka tubuh / tulang. Selain itu, agar sel dan jaringan baru
terpelihara dengan baik, maka kebutuhan vitamin A, C dan E juga diperlukan.
Kekurangan Fe / zat besi dalam makanan sehari-hari
dapat menimbulkan kekurangan darah yang dikenal dengan anemia gizi besi. Maknan
sumber zat besi adalah sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan, hati, telur,
daging. Fe lebih baik dikonsumsi dengan vitamin C, agar penyerapan (absorbsi)
lebih baik.
C.
Perilaku Makan Remaja
Di bandingkan segmen usia yang lain, diet yang tidak
adekuat adalah masalah yang paling umum di alami oleh remaja putri. Gizi yang
tidak adekuat akan menimbulkan masalah kesehatan yang akan mengikuti sepanjang
kehidupan. Kekurangan gizi selama remaja dapat di sebabkan oleh bermacam-macam
faktor, termasuk emosi yang tidak stabil, keinginan untuk menjadi kurus yang
tidak tepat dan ketidak stabilan dalam gaya hidup dan lingkungan sosial secara
umum.
Berikut
ini merupakan beberapa perilaku spesifik yang umumnya dipercaya menyebabkan
masalah gizi pada remaja adalah :
·
Melewatkan
waktu makan satu kali atau lebih setiap hari
·
Pemilihan
makanan selingan yang kurang tepat
·
Kurangnya
supevisi dalam memilih makanan di luar rumah
·
Takut
mengalami obesitas, khususnya pada remaja putri
·
Perhatian
terhadap makanan tertentu yang menyebabkan jerawat
·
Kurangnya
waktu untuk mengkonsumsi secara teratur
·
Kurang
di dampingi ketika mengkonsumsi makanan tertentu
·
Tidak
minum susu
·
Mulai
mengkonsumsi alkohol
Remaja
mudah di pengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya, termasuk lingkungan
pergaulan. Lingkungan yang tidak sehat akan membawa remaja kearah yang negatif
pula. Selain hal tersebut, sifat remaja yang ingin coba-coba dan menunjukkan
jati diri membuat remaja rawan terjerumus ke dalam hal-hal yang bersifat
negatif. Salah satunya adalah dengan mencoba meminum minuman berkadar alkohol
yang tinggi. Konsumsi alkohol pada remaja akan menimbulkan masalah gizi dan
masalah sosial. Minuman beralkohol hanya berkontribusi pada energi saja.
Alkohol juga memengaruhi penyerapan zinc dan folat, dua zat gizi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan yang normal.
·
Makanan
siap saji
Makanan siap saji sudah menjadi tren di kalangan remaja
perkotaan. Selain menjadi tempat makan, restoran siap saji juga menjadi tempat
kumpul favorit dengan teman. Yang menjadi masalah pada restoran siap saji
adalah jumlah menu yang terbatas dan makanannya relatif mengandung kadar lemak
dan garam yang tinggi. Minuman yang tersedia juga menambah asupan kalori yang
tinggi pada remaja. Dengan demikian remaja sering kali mengkonsumsi makanan
siap saji cenderung mengalami kelebihan berat badan.
Berikut merupakan beberapa peneltian tentang
pengaruh konsumsi fast food pada remaja secara berlebih terhadap status gizinya
:
-
Francis
et al. (2009) melakukan penelitian berjudul Fast food and sweetened beverge
consumption: association with overweight and high waist circumference in
adolescents.
Subjek penelitian adalah remaja usia 15-19 tahun di
Jamaika. Disain penelitian tersebut adalah cross sectional. Hasil penelitian
menjelaskan prevalensi remaja Jamaika berusia 15-19 tahun mengalami overweight
sebesar 15.2%, obesitas 5.8% dan peningkatan lingkar pinggang 9.6%.
Penelitian tersebut juga menunjukkan remaja yang
mengonsumsi fast food lebih dari 3 kali per minggu mempunyai risiko 1.84 kali
menjadi overweight dan remaja yang mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 botol
per hari mempunyai risiko untuk mengalami overweight sebesar 1.52 kali. Remaja
yang mengonsumsi buah kurang dari 1 kali per minggu mempunyai hubungan yang
kuat untuk mengalami peningkatan besar lingkar pinggang.
-
Bowman
et al. (2004) melakukan penelitian berjudul Effect of fast food consumption
energy intake and diet quality among children in national household survey.
Subjek penelitian adalah anak dan remaja berusia
4-19 tahun di Amerika. Disain penelitian cross sectional dan case control.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan asupan energi dari asupan fast
food untuk masing-masing kelompok umur yang mengonsumsi fast food dibandingkan
dengan yang tidak mengonsumsi fast food. Fast food memberikan konstribusi
kenaikan asupan energi sebesar 3.6% pada anak usia 4-8 tahun, 6.4 % pada usia
9-13 tahun dan 16.8% pada usia 14- 19 tahun. Asupan fast food juga berkorelasi
terhadap peningkatan konsumsi lemak total dan karbohidrat.
-
Collison
et al. (2010) melakukan penelitian berjudul Sugar-sweetened carbonated beverage
onsumption correlates with BMI, waist circumference, and poor dietary choices
in school children.
Subjek penelitian adalah remaja usia 10-19 tahun di
Arab Saudi. Disain penelitian yang digunakan cross sectional. Hasil penelitian
menjelaskan prevalensi remaja yang mengalami obesitas (15.5%) dan peningkatan
lingkar pinggang (21.2%).
Minuman jenis sugar sweet beverages (SSBs) termasuk
jenis soft drink berkorelasi dengan peningkatan indeks massa tubuh (IMT) dan
peningkatan lingkar pinggang. Hasil penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa
asupan minum-minuman yang manis juga menurunkan kebiasaan makan pada sayur-sayuran
dan buah-buahan.
D.
Masalah Gizi pada Remaja
- Obesitas
Walaupun
kebutuhan energi dan zat-zat gizi lebih besar pada remaja daripada dewasa,
tetapi ada sebagian remaja yang makannya terlalu banyak melebihi kebutuhannya
sehingga menjadi gemuk. Aktif berolah raga dan melakukan pengaturan makan
adalah cara untuk menurunkan berat badan. Diet tinggi serat sangat sesuai untuk
para remaja yang sedang melakukan penurunan berat badan. Pada umumnya makanan
yang serat tinggi mengandung sedikit energi, dengan demikian dapat membantu
menurunkan berat badan, disamping itu serat dapat menimbulkan rasa kenyang
sehingga dapat menghindari ngemil makanan/kue-kue.
Pergeseran
pola makan yang komposisinya mengandung tinggi kalori, lemak, karbohidrat,
kolesterol serta natrium, namun rendah serat seperti fast food dan soft drink
menimbulkan ketidakseimbangan asupan gizi dan merupakan salah satu faktor
risiko terhadap munculnya obesitas pada remaja. Obesitas pada remaja berisiko
menjadi obesitas pada saat usia dewasa dan berpotensi dapat menyebabkan
penyakit kardiovaskuler dan metabolik.
Hasil
penelitian di Amerika menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi fast food dan
makan di luar rumah dengan peningkatan berat badan dan ukuran lingkar pinggang
(Duffey et al., 2009). Penelitian lain menjelaskan bahwa anak-anak SD di Kota
Denpasar yang mengonsumsi fast food ≥ 75% dari total asupan kalori berisiko
mengalami obesitas 6.5 kali dibandingkan dengan anak yang mengonsumsi fast food
< 75% dari total asupan kalori (Padmiari dan Hadi, 2004). Peningkatan berat
badan terkait konsumsi fast food diperbesar dengan adanya gaya hidup yang tidak
aktif (Jacobs, 2006).
Hasil
systematic review dan meta analisis
dari studi yang meneliti hubungan antara konsumsi soft drink terhadap aspek
kesehatan menjelaskan adanya hubungan antara konsumsi soft drink dengan
peningkatan asupan energi dan peningkatan berat badan (Vartanian et al., 2007).
Remaja dan dewasa mengonsumsi soft drink lebih tinggi dibandingkan dengan
golongan umur lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Bleich et al. (2009) menunjukkan bahwa pada tahun 1999-2004 (63%) orang dewasa
mengonsumsi soft drink dan memperoleh sumbangan energi dari minuman tersebut
293 kcal tiap harinya. Data NHANES III menunjukkan kontribusi soft drink lebih
besar pada anak dan remaja yang mengalami obesitas (Troinano et al., 2000).
- Kurang Energi Kronis
Pada
remaja badan kurus atau disebut Kurang Energi Kronis tidak selalu berupa akibat
terlalu banyak olah raga atau aktivitas fisik. Pada umumnya adalah karena makan
terlalu sedikit. Remaja perempuan yang menurunkan berat badan secara drastis
erat hubungannya dengan faktor emosional seperti takut gemuk seperti ibunya
atau dipandang lawan jenis kurang seksi.
- Anemia
Anemia
karena kurang zat besi adalah masalah yang paling umum dijumpai terutama pada
perempuan. Zat besi diperlukan untuk membentuk sel-sel darah merah, dikonversi
menjadi hemoglobin, beredar ke seluruh jaringan tubuh, berfungsi sebagai
pembawa oksigen.
Remaja
perempuan membutuhkan lebih banyak zat besi daripada laki-laki. Agar zat besi
yang diabsorbsi lebih banyak tersedia oleh tubuh, maka diperlukan bahan makanan
yang berkualitas tinggi. Seperti pada daging, hati, ikan, ayam, selain itu
bahan maknan yang tinggi vitamin C membantu penyerapan zat besi.
Remaja
putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia. Anemia adalah
suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan eritrosit lebih rendah dari normal.
Pada laki-laki hemoglobin normal adalah 14 – 18 gr % dan eritrosit 4,5 -5,5 jt/mm3.
Sedangkan pada perempuan hemoglobin normal adalah 12 – 16 gr % dengan eritrosit
3,5 – 4,5 jt/mm3.
Remaja
putri lebih mudah terserang anemia karena :
·
Pada
umunya lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya
sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat
besi tidak terpenuhi.
·
Remaja
putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan makanan.
·
Setiap
hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khususnya melalui
feses.
·
Remaja
putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi ± 1,3 mg
perhari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria.
- Beberapa masalah gizi yang banyak menyerang kaum remaja, seperti dikutip dari BBCHealth (2012) :
a
Kekurangan
zat besi
Kondisi ini merupakan hal yang paling umum dijumpai.
Pertumbuhan yang cepat ditambah dengan gaya hidup dan pilihan makanan yang
buruk bisa mengakibatkan remaja mengalami anemia akibat kekurangan zat besi,
terutama pada remaja putri ketika ia sudah mengalami menstruasi.
Sumber makanan utama yang mengandung zat besi adalah
daging merah, sereal, buah kering, roti dan sayuran berdaun hijau. Sumber zat
besi yang berasal dari non-daging membutuhkan asupan nutrisi lain untuk
meningkatkan penyerapannya seperti makanan kaya vitamin C (jeruk, blackcurrant
dan sayuran berdaun hijau), sedangkan zat tanin yang terkandung dalam teh bisa
mengurangi penyerapan zat besi.
b
Kekurangan
kalsium
Survei menemukan sekitar 25 persen remaja memiliki
asupan kalsium lebih rendah dari yang direkomendasikan sehingga berdampak
terhadap kesehatan tulangnya di masa depan, salah satunya adalah osteoporosis
yang membuat tulang rapuh dan mudah patah.
Tulang akan terus tumbuh dan diperkuat sampai usia
30 tahun dan masa remaja adalah waktu yang sangat penting untuk perkembangan
ini. Nutrisi yang diperlukan seperti vitamin D, kalsium dan fosfor. Sumber kaya
kalsium yang sebaiknya dikonsumsi adalah susu dan produk susu, misalnya segelas
susu, 150 gram yogurt dan sepotong keju ukuran kecil. Jika tidak bisa
mengonsumsi produk susu, maka konsumsilah susu kedelai yang sudah
difortifikasi, atau jika takut dengan kandungan lemak pilihlah susu yang rendah
lemak (low fat).
c
Kekurangan
gizi akibat salah diet
Berbagai studi melaporkan kaum remaja terutama
perempuan banyak yang tidak puas dengan berat badannya, sehingga melakukan diet
dengan cara yang salah seperti melewatkan waktu makan, menghindari daging
merah, tapi mengonsumsi makanan ringan dan bergula.
Hal ini bukanlah pilihan yang tepat dan sehat karena
pada usia tersebut tubuh mengalami percepatan pertumbuhan yang menuntut adanya
peningkatan nutrisi. Jika diet yang dilakukan salah maka tubuh akan mendapatkan
nutrisi yang penting dalam jumlah kecil atau tidak sama sekali.
Sebaiknya konsumsilah makanan secara masuk akal,
olahraga teratur, mengurangi makanan bergula dan banyak lemak untuk mengurangi
kelebihan kalori sambil tetap mempertahankan nutrisi yang masuk. Selain itu
masa-masa remaja merupakan waktu yang banyak menyebabkan perkembangan gangguan makan.
E.
Penanganan gizi remaja
- Obesitas
a
Modifikasi
diet
Penanganan obesitas mempunyai beberapa cara
tatalaksana diet. Bila anak berumur >7 tahun, IMT pada 85-95 persentil,
tanpa penyakit penyerta, maka direkomendasikan untuk mempertahankan berat badan
dalam jangka waktu yang lama untuk merubah IMT, tetapi bila mempunyai penyakit
penyerta maka berat badannya harus diturunkan. Sedangkan pada anak > 7 tahun
dengan nilai IMTnya > 95 persentil, mempunyai maupun tidak mempunyai
penyakit penyerta, maka kelebihan berat badan anak tersebut harus diturunkan
secara bertahap.
Diet dengan kalori sangat rendah. Diet ini
diterapkan pada anak dan remaja yang obesitas yang disertai penyakit penyerta
dan tidak memberkan respons terhadap anjuran diet diatas. Tujuan pemberian diet
sangat rendah kalori ini adalah jika berat badannya >140% BB ideal
(superobes). Protein hewani dianjurkan dikonsumsi 1,5-2,5 g/kg BB ideal, minum
lebih dari 1,5 L cairan per hari, suplementasi vitamin dan mineral. Diet ini
hanya boleh diterapkan selama 12 minggu dengan pengawasan dokter. Pemberian
diet cara ini mempunyai efek samping yaitu: terbentuknya batu empedu, diare,
kekurangan protein, tekanan darah rendah.
b
Latihan
fisik
Latihan
fisik dimaksudkan untuk mengurangi gaya hidup sedentari dan meningkatkan
penggunaan energi untuk mengeluarkan kalori., meningkatkan masa muskuler, dan
membantu mengkontrol berat badan. Latihan fisik perlu dilakukan secara teratur,
selama 30-60 menit per hari. Latihan fisik saja jarang membawa keberhasilan
dalam menurunkan berat badan, tetapi lathan fisik dikombinasikan dengan diet
dapat merupakan cara untuk meningkatkan gaya hidup sehat dan rasa harga diri.
- Anemia
a
Promosi
atau kampanye
Promosi atau kampanye tentang anemia kepada
masyarakat luas, ditunjang dengan kegiatan penyuluhan kelompok serta konseling
yang ditujukan secara langsung pada Remaja Putri/Wanita melalui wadah yang
sudah ada di masyarakat seperti sekolah, pesantren, tempat kerja
(formal/informal), organisasi dan LSM bidang kepemudaan, kesehatan, keagamaan
dan wanita.
Anjuran konsumsi makanan kaya besi dilaksanakan
dengan mengacu pada gizi seimbang, diikuti dengan pembinaan kantin di sekolah
atau penjaja makanan di sekitar remaja/wanita berkumpul.
- Kurang Energi Kronis (KEK)
a.
Pencegahan
KEK
Makan
makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein termasuk
makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang
mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu
sekurang-kurangnya sehari sekali.
b.
Penanganan
KEK
Meningkatkan program penyuluhan tentang gizi
seimbang dan bagi remaja lebih meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung
sumber zat besi seperti sayuran hijau potein hewani (susu, daging, telur) dan
penambahan suplemen zat besi sebaiknya juga memperhatikan gizi dan pola makan
sehari-harinya
Remaja tetap membutuhkan asupan nutrisi yang baik
agar perkembangan dan pertumbuhannya lebih maksimal. Namun ada beberapa masalah
gizi yang kerap menyerang kaum remaja. Saat remaja terjadi perubahan fisiologis
yang bisa mempengaruhi kebutuhan gizi termasuk untuk pertumbuhan yang cepat,
biasanya pertumbuhan cepat lebih banyak terlihat pada remaja laki-laki. Namun
remaja kadang memilih makanan yang tidak tepat sehingga mempengaruhi asupan
gizi yang masuk ke tubuhnya.
F. Pengaruh
Status Gizi Pada Sistem Reproduksi
Kebutuhan
energi nutrisi dipengaruhi oleh usia reproduksi tingkat aktivitas dan status
nutrisi. Nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan.
Kekurangan nutrisi pada seorang yang mengalami anemia dan kurang berat badan
lebih banyak akan melahirkan bayi BBLR.
G. Gizi
Remaja Menuju Reproduksi Sehat
Remaja wanita 15 – 21 tahun kedudukannya sangat
penting karena merupakan persiapan calon ibu. Keadaan kesehatan remaja, erat
hubungannya dengan gizi. Kegemukan, kurang energi kronis, dan anemia merupakan
tiga masalah gizi pada usia ini.
Pubertas dan Status Gizi, Pubertas (akil balik)
adalah suatu masa pematangan kapasitas reproduksi. Pada anak perempuan ditandai
dengan. menstruasi, cepat lambatnya seseorang mengalami pubertas antara lain
dipengaruhi oleh keadaan gizi. Seorang anak yang gizinya baik akan lebih cepat
mengalami masa pubertas, sebaliknya anak yang gizinya kurang baik akan
terlambat akil baliknya. Menarche, tidak ada ketentuan secara tepat kapan mulai
akan terjadi periode yang pertama kali, namun hal ini akan terjadi antara usia
10 – 14 tahun, tapi sedikit lebih awal atau lebih lambat tidak semua anak sama.
Pada remaja energi dan protein dibutuhkan lebih banyak daripada orang dewasa,
demikian pula vitamin dan mineral. Vitamin B1, B2 dan B6 sangat penting untuk
metabolisme karbohidrat menjadi energi. Demikian pula asam folat dan vitamin
B12 untuk pembentukan sel darah merah, dan vitamin A untuk pertumbuhan yang
diperlukan oleh jaringan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebutuhan gizi pada anak remaja lebih tinggi di
bandingkan usia anak kecil. Namun kebutuhan gizi pada remaja laki-laki dengan
remaja perempuan tentu berbeda. Hal ini di sebabkan oleh adanya
pertumbuhan yang pesat, kematangan seksual, perubahan komposisi tubuh,
mineralisasi tulang dan perubahan aktivitas fisik. Meskipun aktivitas fisik
tidak meningkat, tetapi total kebutuhan energi akan tetap meningkat akibat
pembesaran ukuran tubuh.
Pengkajian status gizi selama remaja perlu
dilakukan. Pada periode ini, kecenderungan resiko terjadinya gangguan gizi
sangat tinggi, contohnya obesitas dan anoreksia nervosa. Salah satu cara
sederhana yang dapat di gunakan untuk menentukan status gizi pada remaja adalah
dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI). IMT dapat membantu untuk mengidentifikasi
remaja yang secara signifikan berisiko mengalami berbagai macam permasalahan
gizi pada remaja.
B. Saran
Untuk remaja agar selalu memeperhatikan asupan gizi
sehari hari seperti mengkonsumsi sayuran-sayuran dan buah-buahan. Dan jangan
lupa utuk mengkombinasikan menu makanan setiap harinya agar terpenuhi asupan
nutrisi dalam tubuh. Dan seringlah berolahraga unuk menjaga kesehatan kita.
Jangan memakan makanan yang isntan karna makanan instan banyak mengandung bahan
pengawet dan tidak baik untuk kesehatan.
Situasi masalah nutrisi remaja di tiap negara
berbeda-beda dan terdapat kesulitan dalam mengumpulkan data tentang masalah
nutrisi remaja termasuk di Indonesia. Survei data dasar mengenai keadaan
nutrisi remaja umumnya diperoleh melalui informasi yang tidak langsung misalnya
melalui wawancara terhadap orangtua. Adanya keterbatasan jumlah populasi remaja
yang disurvei kurang bisa menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Survei atau
penelitian masalah nutrisi remaja yang dilakukan secara nasional masih belum
ada atau masih sedikit sekali dibandingkan dengan negara maju.
DAFTAR
PUSTAKA
Kemenkes. Pusat Data Dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI. Info Datin Gizi 2016.
Poltekes Depkes I. 2009. “Kesehatan Remaja Problem
dan Solusinya”. Jakarta. Salemba Medika.
Irianto, Kus. 2004. “ Gizi & Pola Hidup Sehat “.
Bandung. Yrama Widya.
Yuniastuti, Ari. 2007. “ Gizi dan Kesehatan “.
Yogyakarta. Graha Ilmu.
Collison et al. MC Public Health. Sugar-sweetened
carbonated beverage onsumption correlates with BMI, waist circumference, and
poor dietary choices in school children. 2010, 10:234
Bowman et al. American Academy od Pediatrics. Effect of fast food consumption energy
intake and diet quality among children in national household survey. Vol.
113 No. 1 January 2004
Francis et al. Public Health Nutrition. Fast food and sweetened beverge consumption:
association with overweight and high waist circumference in adolescents.2009
Aug; 12 (8) : 1106-14
LAMPIRAN















0 komentar:
Posting Komentar